Tekhnologi Farmasi (Sediaan Supositoria)
Supositoria adalah suatu bentuk
sediaan padat yang berbentuk torpedo, bentuk ini memiliki kelebihan yaitu bila
bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur, maka supositoria akan
tertarik masuk dengan sendirinya (Anief, 2006). Umumnya, supositoria
rectum panjangnya ± 32 mm (1,5 inci), berbentuk silinder dan kedua ujungnya
tajam.
Beberapa
supositoria untuk rectum diantaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo
atau jari-jari kecil tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan habis yang
digunakan, beratnya pun berbeda-beda. USP menetapkan berat supositoria 2 gram
untuk orang dewasa apabila oleum cacao yang digunakan sebagai basis. Sedang
supositoria untuk bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya ½ dari ukuran dan
berat untuk orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil. Supositoria untuk
vagina yang juga disebut pessarium biasanya
berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai dengan kompendik resmi
beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao.
Supositoria
untuk saluran urin yang juga disebut bougie
bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran
urin pria atau wanita. Supositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm
dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan
lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Supositoria
untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria,
panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram dan basisnya oleum cacao (Ansel, 1989).
Penggunaan obat
dalam suppositoria ada keuntungannya dibanding penggunaan obat per os, yaitu:
1. Dapat
menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat
menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan.
3. Langsung
dapat masuk saluran darah berakibat akan memberi efek lebih cepat daripada
penggunaan obat per os.
4. Dapat
mempermudah bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
Bahan
dasar yang digunakan supaya melelehkan pada suhu tubuh atau dapat larut dalam
cairan yang ada dalam rektum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar bila perlu
dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk yang
halus. Setelah obat dan bahan dasar meleleh dan mencair dituangkan dalam
cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi yang
dilapisi nikel atau dari logam lain , ada juga yang dibuat dari plastik.
Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan suppositoria. (
IMO . Hal 158)
Macam
suppositoria
Farmakope
membedakan tiga macam Suppositoria
1. Suppositoria
dengan bahan dasar lemak coklat (Oleum cacao)
Lemak coklat merupakan
trigliserida, berwarna kekuningan , bau yang khas. Jika dipanasi sekitar 300
mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 340 - 350 C,
tetapi pada suhu dibawah 300 merupakan masa semi padat dan merupakan
bagian nyata dari cairan. Dan yang cair diikat dengan tenaga tegangan muka.
Jika
tentang suppositoria yang harus dibuat , tidak dikatakan apa-apa yang penting,
maka suppositoria dibuat dengan Oleum cacao boleh diganti dengan malam kuning
atau unguentum simplex. Selanjutnya Farmakope menyatakan, bahwa menurut
sifatnya obat harus dilarutkan atau
dibagikan dalam air sebelum dicampurkan dengan oleum cacao.
Hal-hal
yang harus diperhatikan sebagai berikut:
a. Penggantian
sebagian dari Oleum cacao dengan
Unguentum simplex pada umumnya tidak perlu dan hanya dipergunakan :
·
Jika suatu obat padat
harus kita olah dalam suppositoria, tidak dilarutkan atau tidak digerus dengan
air, seperti: Folia digitalis, Diuretin, tanin dsb. Kedalam golongan ini tentu
termasuk pula obat-obatan yang harus diolah secara kering, karena satu sama
lainnya bereaksi, misalnya: Kalomel dengan Hydrochloras Cocaini.
·
Jika suppositoria itu,
karena sifat obatnya tak dapat dibuat dengan suatu pengempa hal ini teroritik
kita jumpai, jika ada garam-garam dari bagian-bagian, yang dalam deret
potensial terletak dibawah timah, tetapi dalam prakteknya hanya peru
suppositoria dengan raksa sublimat, dan perak nitrat. Maka suppositoria itu
harus dibuat dengan tangan dan untuk ini kita perlukan masa yang lebih lunak
daripada masa yang harus dibuat dengan pengempaan.
·
Jika suppositoria tidak
dikempa satu persatu dengan pengempa tetapi seluruh masnya dibuat dengan batang
yang panjang dengan suatu kempa batang dan masing-masing bagian di runcingkan
dengan tangan.
·
Jika dipakai Unguentum
simplex, maka untuk ini kita ambil sebanyak-banyaknya 5% dari masa seluruhnya.
b. Penggantian
sebagian dari Oleum cacao dengan malam kuning jarang diperlukan, kebanyakan
jika persenyawaan-persenyawaan yang harus diolah dalam masa mencair dengan
Oleum cacao, seperti: Hydras Chlorali, Chloretum ferricum dll. Banyak Cera
flava yang dibutuhkan sangat bergantung kepada banyaknya obat sepeti itu,
sebaliknya jangan dilupakan bahwa masa harus mencair pada kurang lebih 370,
jadi tak boleh banyak mengandung cera flava. Cera flava yang kurang dari 4% tak
dapat dipergunakan karena campuran Cera flava dengan Oleum cacao harus
mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari pada titik cair Oleum cacao
sendiri. Dengan 6% Cera falava titik cairnya 370 diperlukan lebih
banyak, karena penambahan obat itu menyebabkan penurunan titik cair yang besar.
c. Pembagian
obat dalam masa, seperti diatas tidak selamanya berlangsung dengan cara yang
sederhana yang ditunjukkan Farmakope . cara yang sederhana inilah yang kita
pakai peraturan-peraturan yang sama seperti pembagian obat dalam masa salep,
tetapi denga pembatasan bahwa disini kita hanya dapat mengikat air sedikit.
Karena itu dalam hal ini antipirina dan resorsin dalam jumlah yang besar tidak
dilarutkan dalam air, tetapi senyawa yang telah diserbuk B40 itu
digerus dengan air.
Jika dalam suppositoria jumlah protargol
lebih dari 5%, maka haruslah diolah secara kering . jumlah yang lebih kecil
dapat dilarutkan dalam air yang bobotnya sama.
Dari petunjuk dalam Farmakope bahwa
dikehendaki supaya obat yang berkhasiat dalam jumlah yang kecil digerus dengan
air, karena itu kita pakai sebagai peraturan: garam-garam alkaloida selalu
digerus dengan beberapa tetes air.
Suppositoria dengan Oleum cacao untuk
orang dewasa bobotnya 3 g
dan untuk anak-anak 2 g.
Pada pembuatanya selalu mengambil masa untuk satu suppositoria lebih banyak
daripada yang harus kita serahkan. Jika pada pembuatan suppositoria ini harus
dituang suatu masa yang mencair, dapat kita tuangkan kedalam cetakan-cetakan
logam. Yang telah diulas dengan sedikit spiritus saponatus atau kita tuangkan
kedalam cetakan plastik yang sekarang ada diperdagangan. Cetakan-cetakan ini
gunanya untuk diberikan dengan suppositorianya. Jadi berlaku sebagai bahan
pembungkus. Tetapi cetakan-cetakkan plastik ini tidak dapat pula dipakai
berulang-ulang. Pada waktu menuangkan seingkali kehilangannya lebih besar, maka
dari itu kita harus membuatnya sangat berlebih.
Nilai
tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot lemak coklat yang mempunyai volume
yang sama dengan 1 g obat (Syamsuni, 2007). Nilai tukar lemak coklat untuk 1 g obat, yaitu :
Acidum
boricum :
0,65
Aethylis aminobenzoas : 0,68
Aethylis aminobenzoas : 0,68
Garam
alkaloid : 0,7
Aminophylinum : 0,86
Aminophylinum : 0,86
Bismuthi
subgallus :
0,37
Bismuthi subnitras : 0,20
Bismuthi subnitras : 0,20
Ichtammolum
:
0,72
Sulfonamidum : 0,60
Sulfonamidum : 0,60
Tanninum :
0,68
Zinci oxydum : 0,25
Zinci oxydum : 0,25
2.
Suppositoria dengan
masa gelatin
Tentang
suppositoria ini, Farmakope hanya mengatakan bahwa untuk pembuatannya kita
dapat memakai petunjuk yang diberikan pada Bacilla gelatinosa. Jadi ini berarti
pula, bahwa sedapat mungkin kita harus melarutkan obatnya dalam air. Bahkan
Farmakope mengatakan terlebih dahulu, tetapi oleh karena gelatina tidak tahan
terhadap penghangatan dengan senyawa-senyawa yang bereaksi asam, maka lebih
baik obatnya kita larutkan dalam air yang disisihkan.
Untuk
pembuatan suppositoria ini, kita bekerja sebagai berikut: dalam bool yang telah
ditara, mula-mula kita menimbang air yang dapat segera dipakai, kemudian
gliserolnya, kocok baik-baik dan tambahkan serbuk gelatina, setelah segera kita
mengkocoknya kuat-kuat. Setelah kita membiarkan selama 20menit , cairan itu
diserap oleh gelatina, botol dengan isinya kita hangatkan dalam bejana gelas
yang berisi air.
Segera
setelah masa mencair, kita mengocoknya kuat-kuat dan biarkan botol itu beberapa
lama dalam air hangat untuk mengeluarkan udara dari dalamnya. Sekarang kita
tambahkan obat yang telah dilarutkan dalam air, buat sampai bobot seharusnya,
kemudian kocok hati-hati supaya obat terbagi rata dalam masa itu, tanpa memasukan
udara kedalamnya. Akhirnya kita menimbangnya dalam cetakkan-cetakkan yang
cukup, baik yang terbuat dari kertas lilin, maupun dari cetakkan logam yang
diulas dengan paraffinum liquidum. Sebaiknya obat-obat yang dapat larut
terlebih dahulu dilarutkan kecuali senyawa-senyawa yang bereaksi asam.
3.
Suppositoria dengan
bahan dasar P.E.G
P.E.G adalah
Polyaethylenglycolum merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul
300 – 6000. P.E.G dibawah 1000 adalah cair sedangkan diatas 1000 adalah padat
lunak seperti malam. Keuntungnnya dari bahan dasar P.E.G adalah mudah larut
dalam cairan dalam rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang berarti
tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar. (Ilmu resep. Hal 141)
Macam suppositoria berdasarkan penggunaanya
1. Suppositoria
rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, bentuk peluru, digunakan
lewat rektum atau anus. Untuk dewasa 3 g dan untuk anak-anak 2 g. Suppositoria rektal
berbentuk torpedo mempunyai keunggulan yaitu jika dibagian yang besar masuk
melalui jaringan otot penutup dubur, suppositoria akan masuk dengan sendirinya.
2. Suppositoria
vaginal atau ovula, berbentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan untuk
vagina. Berat antara 3 – 5g . umumnya 5g. Suppositoria vaginal dengan bahan
dasar yang dapat larut atau dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin
tergliserensi memiliki bobot 5g. Suppositoria dengan bahan gelatin
tergliseransi (70bagian gliserin, 20bagian gelatin, 10bagian air) harus dismpan
dalam wadah yang tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350C.
3. Suppositoria
uretra digunakan lewat uretra, berbentuk batang dengan panjang antara
7-14cm.
Basis suppositoria
Obat
yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan segera dilepaskan
kecairan rektum jika basis dapat segera terlepas setelah masuk kedalam rektum,
obat segera diabsorbsi dan aksi kerja awal obat akan segera muncul. Jika obat
larut dalam air dan terdapat dalam basis larut air, aksi kerja awal obat akan
segera muncul jika basis tadi cepat larut dalam air.
Faktor fisika – kimia obat :
1. Kadar
obat dalam basis : jika kadar obat makin besar,arbsobsi obat semakin cepat.
2. Kelarutan
obat : obat yang nudah larut dalam lemak akan lebih cepat terarbsobsi daripada
obat yang larut dalam air.
3. Ukuran
partikel obat : ukuran partikel pada obat akan mempengaruhi kecepatan larutnya
obat kecairan rektum. (Syamsuni. Hal)
Persyaratan
Basis Supositoria
1.
Secara fisiologis
netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus; hal ini dapat disebabkan oleh
masa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras, juga karena kasarnya
bahan obat)
2.
Secara kimia netral
(tidak tersatukan dengan bahan obat)
3.
Tanpa alotropisme
(modifikasi yang tidak setabil)
4.
Interval yang rendah
antara titik lebur dan titik beku (pembekuan masa berlangsung cepat dalam
cetakan, kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan)
5.
Interval yang rendah
antar titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih (sangat penting artinya
bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpananya, khususnya pada suhu tinggi)
6.
Visikositas yang
memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan tersuspensi, tingginya ketepatan
takaran)
7.
Supositoria sebaiknya
melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk
kerja obat)
8.
Pembebasan dan resorpsi
obat yang baik.
9.
Daya tahan dan daya
penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, perwarnaan, pengerasan, kemantapan
bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang memadai dari bahan obat)
10. Daya
serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.
Metode Pembuatan
Suppositoria
1. Dengan
tangan
Pembuatan dengan tangan
hanya dapat dikerjakkan untuk suppositoria yang menggunakan bahan dasar oleum
cacaco berskala kecil, dan jika bahan obat tidak tahan terhadap pemanasan.
Metode ini kurang cocock untuk iklim panas.
2. Dengan
mencetak hasil leburan
Cetakkan harus dibasahi
lebih dahulu dengan parafin cair yang memakai bahan dasar gliserin dan gelatin.
Tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi karena akan mengerut pada
proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan.
3. Dengan
kompresi
Pada metode ini, proses
penuangan, pendinginan dan pelepasan suppositoria dilakukan dengan mesin secara
otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000 suppositoria/jam.
Cara
pemberian
Pemberian obat dengan sediaan
suppositoria dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk
suppositoria
Petunjuk
pemakaian : Cuci tangan sampai bersih, buka pembungkus suppositoria, kemudian
tidur dengan posisi miring. Supositoria dimasukkan ke rektum dengan cara bagian
ujung supositoria didorong dengan ujung jari,
kira-kira ½ - 1 inci pada bayi dan 1 inci pada dewasa, bila perlu ujung
supositoria di beri air untuk mempermudah penggunaan. Untuk nyeri dan demam
satu supositoria diberikan setiap 4 – 6 jam jika diperlukan. Gunakan
supositoria ini 15 menit setelah buang air besar atau tahan pengeluaran air
besar selama 30 menit setelah pemakaian supositoria.
Hanya
untuk pemakaian rektal. Hentikan penggunaan dan hubungi dokter jika sakit
berlanjut hingga 3 hari. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika tertelan atau
terjadi over dosis segera hubungi dokter (Monson, 2007)
Pemeriksaan
Mutu suppositoria
Setelah dicetak, dilakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
1. Penetapan
kadar zat aktifnya dan disesuaikan dengan yang tertera pada etiketnya.
2. Uji
terhadap titk leburnya, terutama jika menggunakan bahan dasar oleum cacao.
3. Uji
kerapuhan, untuk menghindari kerapuhan selama pengangkutan.
4. Uji
waktu hancur, untuk PEG 1000 15menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin
3menit.
5. Uji
homogenitas.
Evaluasi sedian
Fisika
1.
Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan
suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila
dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (370C).
Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran meleleh mikro adalah
kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang
biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari supositoria adalah
suatu Alat Disintegrasi Tablet USP. Supositoria dicelupkan seluruhnya dalam
penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh
sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur (Anonim
b, 1995).
2.
Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Supositoria Rektal
Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas supositoria sampai
penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai
temperatur dari 35,5 sampai 370C sebagai suatu pemeriksaan
pengawasan mutu, dan dapat juga diukur sebagai kestabilan fisika terhadap
waktu. Suatu penangas air dengan elemen pendingin dan pemanas harus digunakan
untuk menjamin pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,10C
(Anonim b, 1995).
3.
Uji Kehancuran
Uji kehancuran
dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau kerapuhan suppositoria.
Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding
rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 370C
dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke
dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang
dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana
beban digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar.
Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan bobot dimana suppositoria rusak adalah titik
hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan
suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk
suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan
(gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi,
pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien (Anonim
b, 1995).
4. Uji
disolus
Pengujian awal
dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu
medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antarmuka massa/medium,
digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk memisahkan ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang
ditutup dalam pipa dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir
digunakan untuk menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan
yang paling baru dengan manic-manik gelas (Anonim b, 1995).
5. Uji
keseragaman bobot
Timbang suppo satu
persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen kelebihan masing-masing suppo
terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh
lebih dari ±
5% (Anonim b, 1995).
Kimia
1.
Penetapan kadar
2.
Identifikasi
Pengemasan
suppositoria
Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap
suppositoria terpisah, tidak mudah hancur, atau meleleh. Biasanya dimasukkan
dalam wadah dari alumunium foil dan masukkan kedalam strip plastik, lalu diberi
etiket berwarna biru. Harus
disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk. (Akfar, PIM/2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar