Selasa, 20 Oktober 2015

Supositoria

Tekhnologi Farmasi (Sediaan Supositoria)

Supositoria adalah suatu bentuk sediaan padat yang berbentuk torpedo, bentuk ini memiliki kelebihan yaitu bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur, maka supositoria akan tertarik masuk dengan sendirinya (Anief, 2006). Umumnya, supositoria rectum panjangnya ± 32 mm (1,5 inci), berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam.
Beberapa supositoria untuk rectum diantaranya ada yang berbentuk seperti peluru, torpedo atau jari-jari kecil tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan habis yang digunakan, beratnya pun berbeda-beda. USP menetapkan berat supositoria 2 gram untuk orang dewasa apabila oleum cacao yang digunakan sebagai basis. Sedang supositoria untuk bayi dan anak-anak, ukuran dan beratnya ½ dari ukuran dan berat untuk orang dewasa, bentuknya kira-kira seperti pensil. Supositoria untuk vagina yang juga disebut pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau seperti kerucut, sesuai dengan kompendik resmi beratnya 5 gram, apabila basisnya oleum cacao.
Supositoria untuk saluran urin yang juga disebut bougie bentuknya ramping seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan ke dalam saluran urin pria atau wanita. Supositoria saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu dengan lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao maka beratnya ± 4 gram. Supositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria, panjang ± 70 mm dan beratnya 2 gram dan basisnya oleum cacao (Ansel, 1989).
Penggunaan obat dalam suppositoria ada keuntungannya dibanding penggunaan obat per os, yaitu:
1.      Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2.      Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan.
3.      Langsung dapat masuk saluran darah berakibat akan memberi efek lebih cepat daripada penggunaan obat per os.
4.      Dapat mempermudah bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
            Bahan dasar yang digunakan supaya melelehkan pada suhu tubuh atau dapat larut dalam cairan yang ada dalam rektum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar bila perlu dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk yang halus. Setelah obat dan bahan dasar meleleh dan mencair dituangkan dalam cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain , ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan suppositoria. ( IMO . Hal 158)
Macam suppositoria
Farmakope membedakan tiga macam Suppositoria
1.      Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat (Oleum cacao)
Lemak coklat merupakan trigliserida, berwarna kekuningan , bau yang khas. Jika dipanasi sekitar 300 mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 340 - 350 C, tetapi pada suhu dibawah 300 merupakan masa semi padat dan merupakan bagian nyata dari cairan. Dan yang cair diikat dengan tenaga tegangan muka.
Jika tentang suppositoria yang harus dibuat , tidak dikatakan apa-apa yang penting, maka suppositoria dibuat dengan Oleum cacao boleh diganti dengan malam kuning atau unguentum simplex. Selanjutnya Farmakope menyatakan, bahwa menurut sifatnya  obat harus dilarutkan atau dibagikan dalam air sebelum dicampurkan dengan oleum cacao.
Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:
a.       Penggantian sebagian dari Oleum cacao  dengan Unguentum simplex pada umumnya tidak perlu dan hanya dipergunakan :
·         Jika suatu obat padat harus kita olah dalam suppositoria, tidak dilarutkan atau tidak digerus dengan air, seperti: Folia digitalis, Diuretin, tanin dsb. Kedalam golongan ini tentu termasuk pula obat-obatan yang harus diolah secara kering, karena satu sama lainnya bereaksi, misalnya: Kalomel dengan Hydrochloras Cocaini.
·         Jika suppositoria itu, karena sifat obatnya tak dapat dibuat dengan suatu pengempa hal ini teroritik kita jumpai, jika ada garam-garam dari bagian-bagian, yang dalam deret potensial terletak dibawah timah, tetapi dalam prakteknya hanya peru suppositoria dengan raksa sublimat, dan perak nitrat. Maka suppositoria itu harus dibuat dengan tangan dan untuk ini kita perlukan masa yang lebih lunak daripada masa yang harus dibuat dengan pengempaan.
·         Jika suppositoria tidak dikempa satu persatu dengan pengempa tetapi seluruh masnya dibuat dengan batang yang panjang dengan suatu kempa batang dan masing-masing bagian di runcingkan dengan tangan.
·         Jika dipakai Unguentum simplex, maka untuk ini kita ambil sebanyak-banyaknya 5% dari masa seluruhnya.
b.      Penggantian sebagian dari Oleum cacao dengan malam kuning jarang diperlukan, kebanyakan jika persenyawaan-persenyawaan yang harus diolah dalam masa mencair dengan Oleum cacao, seperti: Hydras Chlorali, Chloretum ferricum dll. Banyak Cera flava yang dibutuhkan sangat bergantung kepada banyaknya obat sepeti itu, sebaliknya jangan dilupakan bahwa masa harus mencair pada kurang lebih 370, jadi tak boleh banyak mengandung cera flava. Cera flava yang kurang dari 4% tak dapat dipergunakan karena campuran Cera flava dengan Oleum cacao harus mempunyai titik cair yang lebih tinggi dari pada titik cair Oleum cacao sendiri. Dengan 6% Cera falava titik cairnya 370 diperlukan lebih banyak, karena penambahan obat itu menyebabkan penurunan titik cair yang besar.
c.       Pembagian obat dalam masa, seperti diatas tidak selamanya berlangsung dengan cara yang sederhana yang ditunjukkan Farmakope . cara yang sederhana inilah yang kita pakai peraturan-peraturan yang sama seperti pembagian obat dalam masa salep, tetapi denga pembatasan bahwa disini kita hanya dapat mengikat air sedikit. Karena itu dalam hal ini antipirina dan resorsin dalam jumlah yang besar tidak dilarutkan dalam air, tetapi senyawa yang telah diserbuk B40 itu digerus dengan air.
Jika dalam suppositoria jumlah protargol lebih dari 5%, maka haruslah diolah secara kering . jumlah yang lebih kecil dapat dilarutkan dalam air yang bobotnya sama.
Dari petunjuk dalam Farmakope bahwa dikehendaki supaya obat yang berkhasiat dalam jumlah yang kecil digerus dengan air, karena itu kita pakai sebagai peraturan: garam-garam alkaloida selalu digerus dengan beberapa tetes air.
Suppositoria dengan Oleum cacao untuk orang dewasa bobotnya 3 g dan untuk anak-anak 2 g. Pada pembuatanya selalu mengambil masa untuk satu suppositoria lebih banyak daripada yang harus kita serahkan. Jika pada pembuatan suppositoria ini harus dituang suatu masa yang mencair, dapat kita tuangkan kedalam cetakan-cetakan logam. Yang telah diulas dengan sedikit spiritus saponatus atau kita tuangkan kedalam cetakan plastik yang sekarang ada diperdagangan. Cetakan-cetakan ini gunanya untuk diberikan dengan suppositorianya. Jadi berlaku sebagai bahan pembungkus. Tetapi cetakan-cetakkan plastik ini tidak dapat pula dipakai berulang-ulang. Pada waktu menuangkan seingkali kehilangannya lebih besar, maka dari itu kita harus membuatnya sangat berlebih.
Nilai tukar dimaksudkan untuk mengetahui bobot lemak coklat yang mempunyai volume yang sama dengan 1 g obat (Syamsuni, 2007). Nilai tukar lemak coklat untuk 1 g obat, yaitu :
Acidum boricum                    :  0,65              
Aethylis aminobenzoas          :  0,68
Garam alkaloid                      :  0,7                
Aminophylinum                     :  0,86
Bismuthi subgallus                 :  0,37              
Bismuthi subnitras                 :  0,20
Ichtammolum                         :  0,72              
Sulfonamidum                        :  0,60
Tanninum                                :  0,68              
Zinci oxydum                          :  0,25
2.      Suppositoria dengan masa gelatin
Tentang suppositoria ini, Farmakope hanya mengatakan bahwa untuk pembuatannya kita dapat memakai petunjuk yang diberikan pada Bacilla gelatinosa. Jadi ini berarti pula, bahwa sedapat mungkin kita harus melarutkan obatnya dalam air. Bahkan Farmakope mengatakan terlebih dahulu, tetapi oleh karena gelatina tidak tahan terhadap penghangatan dengan senyawa-senyawa yang bereaksi asam, maka lebih baik obatnya kita larutkan dalam air yang disisihkan.
Untuk pembuatan suppositoria ini, kita bekerja sebagai berikut: dalam bool yang telah ditara, mula-mula kita menimbang air yang dapat segera dipakai, kemudian gliserolnya, kocok baik-baik dan tambahkan serbuk gelatina, setelah segera kita mengkocoknya kuat-kuat. Setelah kita membiarkan selama 20menit , cairan itu diserap oleh gelatina, botol dengan isinya kita hangatkan dalam bejana gelas yang berisi air.
Segera setelah masa mencair, kita mengocoknya kuat-kuat dan biarkan botol itu beberapa lama dalam air hangat untuk mengeluarkan udara dari dalamnya. Sekarang kita tambahkan obat yang telah dilarutkan dalam air, buat sampai bobot seharusnya, kemudian kocok hati-hati supaya obat terbagi rata dalam masa itu, tanpa memasukan udara kedalamnya. Akhirnya kita menimbangnya dalam cetakkan-cetakkan yang cukup, baik yang terbuat dari kertas lilin, maupun dari cetakkan logam yang diulas dengan paraffinum liquidum. Sebaiknya obat-obat yang dapat larut terlebih dahulu dilarutkan kecuali senyawa-senyawa yang bereaksi asam.
3.      Suppositoria dengan bahan dasar P.E.G
P.E.G adalah Polyaethylenglycolum merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul 300 – 6000. P.E.G dibawah 1000 adalah cair sedangkan diatas 1000 adalah padat lunak seperti malam. Keuntungnnya dari bahan dasar P.E.G adalah mudah larut dalam cairan dalam rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang berarti tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar. (Ilmu resep. Hal 141)
Macam suppositoria berdasarkan penggunaanya
1.      Suppositoria rektal, sering disebut sebagai suppositoria saja, bentuk peluru, digunakan lewat rektum atau anus. Untuk dewasa 3 g dan untuk anak-anak 2 g. Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keunggulan yaitu jika dibagian yang besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, suppositoria akan masuk dengan sendirinya.
2.      Suppositoria vaginal atau ovula, berbentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan untuk vagina. Berat antara 3 – 5g . umumnya 5g. Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut atau dapat bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserensi memiliki bobot 5g. Suppositoria dengan bahan gelatin tergliseransi (70bagian gliserin, 20bagian gelatin, 10bagian air) harus dismpan dalam wadah yang tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 350C.
3.      Suppositoria uretra digunakan lewat uretra, berbentuk batang dengan panjang antara 7-14cm. 
Basis suppositoria
Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak akan segera dilepaskan kecairan rektum jika basis dapat segera terlepas setelah masuk kedalam rektum, obat segera diabsorbsi dan aksi kerja awal obat akan segera muncul. Jika obat larut dalam air dan terdapat dalam basis larut air, aksi kerja awal obat akan segera muncul jika basis tadi cepat larut dalam air.
Faktor fisika – kimia obat :
1.      Kadar obat dalam basis : jika kadar obat makin besar,arbsobsi obat semakin cepat.
2.      Kelarutan obat : obat yang nudah larut dalam lemak akan lebih cepat terarbsobsi daripada obat yang larut dalam air.
3.      Ukuran partikel obat : ukuran partikel pada obat akan mempengaruhi kecepatan larutnya obat kecairan rektum. (Syamsuni. Hal)
Persyaratan Basis Supositoria
1.      Secara fisiologis netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus; hal ini dapat disebabkan oleh masa yang tidak fisiologis atau tengik, terlalu keras, juga karena kasarnya bahan obat)
2.      Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat)
3.      Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak setabil)
4.      Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan masa berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitasnya baik, mencegah pendinginan mendadak dalam cetakan)
5.      Interval yang rendah antar titik lebur mengalir dengan titik lebur jernih (sangat penting artinya bagi kemantapan bentuk dan juga daya penyimpananya, khususnya pada suhu tinggi)
6.      Visikositas yang memadai (mampu mengurangi sedimentasi bahan tersuspensi, tingginya ketepatan takaran)
7.      Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut (persyaratan untuk kerja obat)
8.      Pembebasan dan resorpsi obat yang baik.
9.      Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, perwarnaan, pengerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik dan stabilitas yang memadai dari bahan obat)
10.  Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.
Metode Pembuatan Suppositoria
1.      Dengan tangan
Pembuatan dengan tangan hanya dapat dikerjakkan untuk suppositoria yang menggunakan bahan dasar oleum cacaco berskala kecil, dan jika bahan obat tidak tahan terhadap pemanasan. Metode ini kurang cocock untuk iklim panas.
2.      Dengan mencetak hasil leburan
Cetakkan harus dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair yang memakai bahan dasar gliserin dan gelatin. Tetapi untuk oleum cacao dan PEG tidak dibasahi karena akan mengerut pada proses pendinginan dan mudah dilepas dari cetakan.
3.      Dengan kompresi
Pada metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan suppositoria dilakukan dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500-6000 suppositoria/jam.
Cara pemberian
Pemberian obat dengan sediaan suppositoria dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria
Petunjuk pemakaian : Cuci tangan sampai bersih, buka pembungkus suppositoria, kemudian tidur dengan posisi miring. Supositoria dimasukkan ke rektum dengan cara bagian ujung supositoria didorong dengan ujung jari,  kira-kira ½ - 1 inci pada bayi dan 1 inci pada dewasa, bila perlu ujung supositoria di beri air untuk mempermudah penggunaan. Untuk nyeri dan demam satu supositoria diberikan setiap 4 – 6 jam jika diperlukan. Gunakan supositoria ini 15 menit setelah buang air besar atau tahan pengeluaran air besar selama 30 menit setelah pemakaian supositoria.
Hanya untuk pemakaian rektal. Hentikan penggunaan dan hubungi dokter jika sakit berlanjut hingga 3 hari. Jauhkan dari jangkauan anak-anak. Jika tertelan atau terjadi over dosis segera hubungi dokter (Monson, 2007)
Pemeriksaan Mutu suppositoria
Setelah dicetak, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1.      Penetapan kadar zat aktifnya dan disesuaikan dengan yang tertera pada etiketnya.
2.      Uji terhadap titk leburnya, terutama jika menggunakan bahan dasar oleum cacao.
3.      Uji kerapuhan, untuk menghindari kerapuhan selama pengangkutan.
4.      Uji waktu hancur, untuk PEG 1000 15menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3menit.
5.      Uji homogenitas.
Evaluasi sedian
Fisika
1.      Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga uji kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam penangas air dengan temperatur tetap (370C). Sebaliknya uji kisaran meleleh mikro adalah kisaran meleleh mikro adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari supositoria adalah suatu Alat Disintegrasi Tablet USP. Supositoria dicelupkan seluruhnya dalam penangas air yang konstan, dan waktu yang diperlukan supositoria untuk meleleh sempurna atau menyebar dalam air sekitarnya diukur (Anonim b, 1995).
2.      Uji Pencairan atau Uji Waktu Melunak dari Supositoria Rektal
Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas supositoria sampai penyempitan dicatat sebagai waktu melunak. Ini dapat dilaksanakan pada berbagai temperatur dari 35,5 sampai 370C sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga diukur sebagai kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penangas air dengan elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin pengaturan panas dengan perbedaan tidak lebih dari 0,10C (Anonim b, 1995).
3.      Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur kekerasan atau kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang berdinding rangkap dimana suppositoria yang diuji ditempatkan. Air pada 370C dipompa melalui dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding dalam yang kering, menopang lempeng dimana suatu batang dilekatkan. Ujung lain dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain dimana beban digunakan. Uji dihubungkan dengan penempatan 600 g diatas lempeng datar. Pada interval waktu 1 menit, 200 g bobot ditambahkan, dan  bobot dimana suppositoria rusak adalah titik hancurnya atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan suppositoria tersebut. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing bentuk suppositoria yang beraneka ragam ditetapkan sebagai level yang menahan kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan yakni; produksi, pengemasan, pengiriman, dan pengangkutan dalam penggunaan untuk pasien (Anonim b, 1995).
4.      Uji disolus
Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala yang mengandung suatu medium. Dalam usaha untuk mengawasi variasi pada antarmuka massa/medium, digunakan keranjang kawat mesh atau suatu membrane untuk memisahkan  ruang sampel dari bak reservoir. Sampel yang ditutup dalam pipa dialysis atau membran alami juga dapat dikaji. Alat sel alir digunakan untuk menahan sampel di tempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan manic-manik gelas (Anonim b, 1995).
5.      Uji keseragaman bobot
Timbang suppo satu persatu dan hitung rata-ratanya. Hitung persen kelebihan masing-masing suppo terhadap bobot rata-ratanya. Keseragaman/variasi bobot yang didapat tidak boleh lebih dari ± 5%  (Anonim b, 1995).
Kimia
1.      Penetapan kadar
2.      Identifikasi
Pengemasan suppositoria
Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap suppositoria terpisah, tidak mudah hancur, atau meleleh. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil dan masukkan kedalam strip plastik, lalu diberi etiket berwarna biru. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat sejuk. (Akfar, PIM/2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar